Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Berita NasionalHukum Kriminal

Implikasi RUU KUHAP dan Kejaksaan Terhadap Sistem Peradilan Pidana

×

Implikasi RUU KUHAP dan Kejaksaan Terhadap Sistem Peradilan Pidana

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Surabaya,- Fakultas Hukum (FH) Universitas Bhayangkara menggelar diskusi tentang overlapping kewenangan penyidikan dalam RUU KUHAP dan RUU Kejaksaan serta implikasi terhadap sistem peradilan pidana di Grahaya Bhayangkara, Kamis (27/2/2025).

Sebagai narasumber dalam diskusi ini adalah Prof Dr Sri Winarsih SH MH guru besar hukum administrasi Universitas Airlangga, Prof Dr I Nyoman Nurjaya SH MS guru besar hukum pidana Universitas Brawijaya, Prof Dr Dadjijono SH MHum guru besar ilmu Kepolisian Universitas Bhayangkara Surabaya dan Pitra Ramadani Nasution SH MH.

Example 300x600

Diskusi ini juga dihadiri dari berbagai kalangan mulai praktisi, akademisi hingga mahasiswa. Para peserta diskusi menanyakan berbagai hal berkaitan RUU KUHAP dan Kejaksaan yang akan digedok oleh DPR RI tersebut.

Bambang Wahyudi misalnya, dia menyoal kewenangan Kejaksaan yang dinilai sebagai kewenangan yang kebablasan apabila diterapkan dalam hukum acara pidana. Pun demikian dengan Bagus Ali mahasiswa S2 Ubhara
yang menilai bahwa kewenangan Kejaksaan sangat tidak logis. Karena apa yang tertuang dalam RUU KUHAP dan Kejaksaan sudah tertuang dalam undang undang sebelumnya dan itu sudah menjadi Kewenangan Polri.

Menanggapi hal itu, Prof Dr Sadjiono mengatakan bahwa dalam hal kewenangan maka tidak lepas dari pembahasan Dominus Litis yang berarti penguasa kewenangan

Terkait pengambil alihan kewenangan yang ada dalam RUU KUHAP dan Kejaksaan maka bisa dilihat dari siapa yang dilibatkan merancang RUU tersebut? Ternyata ada orang-orang yang di dalamnya akan diberikan kewenangan.

” Lembaga yang tidak hadir maka kewenangannya akan dikurangi,” ujarnya.

Prof Dr Sri Winarsih SH MH mengatakan, apabila berbicara RUU Kejaksaan maka terlihat lucu sebab kewenangan yang sudah dimiliki kepolisian tapi kemudian di dalam RUU Kejaksaan juga mengatur kewenangan tersebut.

” Jangan sampai terjadi overlaping, otoritas ada di mana? Jika ada kewenangan ada kekurangan maka yang diperbaiki adalah SDMnya bukan sistemnya. Artinya apabila di kepolisian
ada kesalahan maka yang harus diperbaiki adalah SDMnya. Tapi tidak dengan cara mengurangi kewenangan,” ujarnya.

Sementara Prof I Nyoman Wijaya mengatakan untuk saat ini sistem hukum di negara kita belum perlu dilakukan perubahan karena Undang-undang lama itu memang yang disebut karya agung itu sebenarnya mengoreksi peninggalan hukum acara peninggalan belanda. Karakter indonesianya sudah terlihat di UU No.8 tahun 1981.

” Cuma kalau kita kritisi rancangan yang ada. Dan itu inisiatif DPR, bukan dari pemerintah. Pengaturan mengenai norma hukumnya yang dikemas dalam bab pasal ayat itu, ada nuansa yang mengarah pada pengambilalihan kewenangan. Terutama dalam hubungan dengan pengaturan penyidik dengan penuntut umum,” ujarnya.

Tetapi yang juga menjadi persoalan adalah ada di konteks kekuasaan kehakimannya, sebab dalam RUU KUHAP tersebut akan dibentuk lembaga baru, yang menggantikan praperadilan kalau baca Pasal 111 ke atas, yang disebut dengan; hakim pemeriksa pendahuluan, yang akan mengoreksi mengatakan sah tidaknya penahanan penggeledahan penyitaan. Layak tidaknya penuntutan oleh penuntut umum jaksa juga hakim itu nanti. Itu Nampaknya superbodi nanti dalam hubungan penegakan hukum.

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *